Minggu, 20 Januari 2013

Cerita Seorang Pelukis Part 2


Kupersiapkan diriku, kini impianku akan terwujud aku telah mempersiapkan baju untuk interview ku disalah satu stasiun tv di Balikpapan. Teman ayah berhasil meski belum booming. Baju yang sudah kubeli dengan uang sendiri ( dengan bantuan ayah sedikit ) yang harganya lebih dari 100.000 rupiah akhirnya kumiliki juga. Baju teragus yang penah kumiliki. Aku tak bisa berhenti melihati baju yang bagus itu, tentu saja aku tidak boleh memandangi nya terus menerus. Aku harus mandi karena 30 menit lai aku harus sudah ada di stasiun TV. Akupun bergegas mandi, aku mandi secepat mungkin karena tidak sabar ingin memakai baju itu. Selesai mandi dengan bangganya aku memakai gaun berwarna biru muda dengan bunga-bunga kecil di bawahnya. Aku lebih tampak dewasa dari umurku sebenarnya.
             Sampai di stasiun TV aku kaget. Banyak orang telah menungguku ternyata ia fansku. Ya, fansku! Mereka sangat suka dengan lukisanku yang satu ini. Tak heran saat aku naik keatas panggung mereka bertepuk tangan sekeras mungkin. Aku terharu melihat kejadian fantastic di hidupku ini, aku membalasnya dengan senyuman termanisku. Ayah duduk manis di sampingku menyimak setiap jawaban yang ditanyakan olah sang pembawa acara. Oh,iya suasana disini hamper sama dengan acara talk show yang dibawakan oleh Oprah Winfrey.
            Wawancara sukses! Fansku ada yang minta tanda tangan, bahkan ada yang berniat membeli lukisanku tentang orang gila yang kuambil gambarnya di pasar Klandasan. Seorang bapak yang pengusaha sukses di Balikpapan menawarnyadengan harga 50 juta rupiah. Uang yang sangat banya pastinya.
            Senyumanku tak akan pudar lagi, sejak aku tahu bahwa aku menjadi orang yng terkenal. Talk show ku di Stasiun TV Balikpapan telah disaksikan oleh seorang wartawan salah satu stasiun TV Nasional. Aku juga tidak menyangka bahwa wartawan yang bernama Tante Widya itu telah menyaksikan talk show –ku. Yang mengejutkan lagi, ia telah membelikanku tiket ke Jakarta untuk mendatangi talk show lainya lagi. Aku senang!begitu juga ayah.
            Dua minggu kemudian aku berangkat ke Jakarta bersama ayah. Rasanya agak berat meninggalkan kota Balikpapan, tapi perasaan itu semua telah bercampur. Senangnya aku, aku akan pergi melihat kehidupan lain selain di sini. Setelah hamper 12 tahun aku menghirup udara kota Balikpapan akhirnya aku pergi juga ke kota lain.
            Dua jam perjalanan,tidak disangka kini au telah menginjakan kakiku di pulau Jawa untuk pertama kalinya. Dengan modal bakatku ini aku yakin aku akan mewujudkan impianku. Ternyata benar talk show ku berhasil, dan bisa dikatakan jumlah penggemarku bertambah. Tante Widya takhenti-hentinya menawarkanku mengisi acara di Stasiun TV lain. Beberapa lukisan yang kubwa dari Balikpapan dipersiapkan untuk stan pameran lukisan di parkiran Stadion Bung Karno Jakarta.
            Tiga bulan aku disini hari-hariku jauh berbeda dengan dulu. Kini, aku bukan Kartika si anak dusun yang tak jelas masa depannya. Aku juga sudah sekolah, kini aku si Kartika yang modern dan keren dengan masa depan gemilang yang akan segera kuraih. Bahkan dulunya aku tidak punya benda kecil yang orang sebut seluler, kini aku punya! Aku senang sekali. Ini semua berkat ayah, teman ayah, Tante Widya, penggemarku, dan tentu saja orang gila yang lukis. Disini aku masih melukis, aku melukis apa saja yang ada disekelilingku. Aku terus berkarya.
            DAPAT! Aku mendapatkannya. Tante Widya mengatkan bahwa semalam Bapak Presiden telah menyaksikan acaraku ! kalian tahu betapa senangnya aku mendengar kabar itu. Stelah bertahun-tahun menantikan akhirnya aku dapat! Masih tidak percaya dengan kabar itu, aku bertanya pada ayah, satu-satunya sumber yang aku percaya. Betapa kagetnya aku menerima surat dari ayah, kata ayah surat itu bukan dari ayah, melainkan dari Bapak Presiden. Isi surat itu menyampaikan bahwa besok siang aku harus ke isatana untuk menunjukan lukisanku. Ya, mala mini aku harus bersiap-siap jangan sampai aku terlambat.
            Bahagia! Aku sangat bahagia! 4 jam lagi aku akan bertemu orang nomor satu di Indonesia! Aku sudah mempersiapkan lukisanku. Aku akan menunjukan kepada bapak presiden tentang lukisanku yang membuatku terkenal. Aku masih takhenti-hentinya menatap lukisan yang sampai sekarang masih kelihatan sangat baik.
            “Tika, kau tidak boleh menatap terus-menurus lukisan itu. Matamu akan sakit jika ka uterus menatapnya. Lihatlah, jam dinding sudah menunjukan jam 11, sementara pukul 13.00 kau sudah harus samapai di Istana Negara, pergilah mandi” seru ayah dari dari kamar tidur “ baik ayah, aku akan segara mandi “kataku yang mengindahkan perintah ayah. Akupun masuk kamar mandi dan mandi secepat kilat, takut ada sesuatu pada lukisanku, untunglah tidak ada apa-apa pada lukisanku. Aku senang, dan dengan bangganya aku mambawa lukisanku ke ruang tamu. Dan disanalah aku diberi ayah segelas sirup, ayah mengira aku gugup. Bodohnya aku! Tak sengaja aku menumpahkan minumku di atas lukisanku. Lukisan yang sudah kupersiapkan basah. Apa menangis, apa yang harus kutunjukan pada Bapak Presiden nanti? Mau tidak mau aku harus mengganti lukisanku yang lain. Lukisan yang lain yang sudah kubawa dari Balikpapan.
             Aku bingung sendiri, sampai akhirnya ku temukan lukisan tentang pahitnya masa kecilku. Aku melihat diriku sendiri pada bingkai itu. Seorang anak yang kurus, bermata cekung mengharap belas kasihan. Lukisan yang memotret diriku itu didominasi warna coklat tanah alami, dengan media kanvas berukuran A3.
            Lukisan pertamaku saat aku berusia 6 tahun. Malam sebalum aku melukis ini, Ibu Yuli telah mengajariku teknik melukis yang benar. Tanpa sadaar aku belajar dengan cepat. Aku mengangkat lukisan itu dan mennunjukan dengan ayah,beliau setuju. Lukisan itulah yang akan aku tunjukan kepada Bapak Presiden.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar