Kupersiapkan
diriku, kini impianku akan terwujud aku telah mempersiapkan baju untuk
interview ku disalah satu stasiun tv di Balikpapan. Teman ayah berhasil meski
belum booming. Baju yang sudah kubeli
dengan uang sendiri ( dengan bantuan ayah sedikit ) yang harganya lebih dari
100.000 rupiah akhirnya kumiliki juga. Baju teragus yang penah kumiliki. Aku
tak bisa berhenti melihati baju yang bagus itu, tentu saja aku tidak boleh
memandangi nya terus menerus. Aku harus mandi karena 30 menit lai aku harus
sudah ada di stasiun TV. Akupun bergegas mandi, aku mandi secepat mungkin
karena tidak sabar ingin memakai baju itu. Selesai mandi dengan bangganya aku
memakai gaun berwarna biru muda dengan bunga-bunga kecil di bawahnya. Aku lebih
tampak dewasa dari umurku sebenarnya.
Sampai di stasiun TV aku kaget. Banyak orang
telah menungguku ternyata ia fansku. Ya, fansku! Mereka sangat suka dengan
lukisanku yang satu ini. Tak heran saat aku naik keatas panggung mereka
bertepuk tangan sekeras mungkin. Aku terharu melihat kejadian fantastic di
hidupku ini, aku membalasnya dengan senyuman termanisku. Ayah duduk manis di
sampingku menyimak setiap jawaban yang ditanyakan olah sang pembawa acara.
Oh,iya suasana disini hamper sama dengan acara talk show yang dibawakan oleh Oprah Winfrey.
Wawancara sukses! Fansku ada yang
minta tanda tangan, bahkan ada yang berniat membeli lukisanku tentang orang
gila yang kuambil gambarnya di pasar Klandasan. Seorang bapak yang pengusaha
sukses di Balikpapan menawarnyadengan harga 50 juta rupiah. Uang yang sangat
banya pastinya.
Senyumanku tak akan pudar lagi,
sejak aku tahu bahwa aku menjadi orang yng terkenal. Talk show ku di Stasiun TV Balikpapan telah disaksikan oleh seorang
wartawan salah satu stasiun TV Nasional. Aku juga tidak menyangka bahwa
wartawan yang bernama Tante Widya itu telah menyaksikan talk show –ku. Yang mengejutkan lagi, ia telah membelikanku tiket
ke Jakarta untuk mendatangi talk show
lainya lagi. Aku senang!begitu juga ayah.
Dua minggu kemudian aku berangkat ke
Jakarta bersama ayah. Rasanya agak berat meninggalkan kota Balikpapan, tapi
perasaan itu semua telah bercampur. Senangnya aku, aku akan pergi melihat
kehidupan lain selain di sini. Setelah hamper 12 tahun aku menghirup udara kota
Balikpapan akhirnya aku pergi juga ke kota lain.
Dua jam perjalanan,tidak disangka
kini au telah menginjakan kakiku di pulau Jawa untuk pertama kalinya. Dengan
modal bakatku ini aku yakin aku akan mewujudkan impianku. Ternyata benar talk show ku berhasil, dan bisa
dikatakan jumlah penggemarku bertambah. Tante Widya takhenti-hentinya
menawarkanku mengisi acara di Stasiun TV lain. Beberapa lukisan yang kubwa dari
Balikpapan dipersiapkan untuk stan pameran lukisan di parkiran Stadion Bung
Karno Jakarta.
Tiga bulan aku disini hari-hariku
jauh berbeda dengan dulu. Kini, aku bukan Kartika si anak dusun yang tak jelas
masa depannya. Aku juga sudah sekolah, kini aku si Kartika yang modern dan
keren dengan masa depan gemilang yang akan segera kuraih. Bahkan dulunya aku
tidak punya benda kecil yang orang sebut seluler, kini aku punya! Aku senang
sekali. Ini semua berkat ayah, teman ayah, Tante Widya, penggemarku, dan tentu
saja orang gila yang lukis. Disini aku masih melukis, aku melukis apa saja yang
ada disekelilingku. Aku terus berkarya.
DAPAT! Aku mendapatkannya. Tante
Widya mengatkan bahwa semalam Bapak Presiden telah menyaksikan acaraku ! kalian
tahu betapa senangnya aku mendengar kabar itu. Stelah bertahun-tahun menantikan
akhirnya aku dapat! Masih tidak percaya dengan kabar itu, aku bertanya pada
ayah, satu-satunya sumber yang aku percaya. Betapa kagetnya aku menerima surat
dari ayah, kata ayah surat itu bukan dari ayah, melainkan dari Bapak Presiden.
Isi surat itu menyampaikan bahwa besok siang aku harus ke isatana untuk
menunjukan lukisanku. Ya, mala mini aku harus bersiap-siap jangan sampai aku
terlambat.
Bahagia! Aku sangat bahagia! 4 jam
lagi aku akan bertemu orang nomor satu di Indonesia! Aku sudah mempersiapkan
lukisanku. Aku akan menunjukan kepada bapak presiden tentang lukisanku yang
membuatku terkenal. Aku masih takhenti-hentinya menatap lukisan yang sampai
sekarang masih kelihatan sangat baik.
“Tika, kau tidak boleh menatap
terus-menurus lukisan itu. Matamu akan sakit jika ka uterus menatapnya.
Lihatlah, jam dinding sudah menunjukan jam 11, sementara pukul 13.00 kau sudah
harus samapai di Istana Negara, pergilah mandi” seru ayah dari dari kamar tidur
“ baik ayah, aku akan segara mandi “kataku yang mengindahkan perintah ayah.
Akupun masuk kamar mandi dan mandi secepat kilat, takut ada sesuatu pada
lukisanku, untunglah tidak ada apa-apa pada lukisanku. Aku senang, dan dengan
bangganya aku mambawa lukisanku ke ruang tamu. Dan disanalah aku diberi ayah
segelas sirup, ayah mengira aku gugup. Bodohnya aku! Tak sengaja aku
menumpahkan minumku di atas lukisanku. Lukisan yang sudah kupersiapkan basah. Apa
menangis, apa yang harus kutunjukan pada Bapak Presiden nanti? Mau tidak mau
aku harus mengganti lukisanku yang lain. Lukisan yang lain yang sudah kubawa
dari Balikpapan.
Aku bingung sendiri, sampai akhirnya ku
temukan lukisan tentang pahitnya masa kecilku. Aku melihat diriku sendiri pada
bingkai itu. Seorang anak yang kurus, bermata cekung mengharap belas kasihan. Lukisan
yang memotret diriku itu didominasi warna coklat tanah alami, dengan media
kanvas berukuran A3.
Lukisan pertamaku saat aku berusia 6
tahun. Malam sebalum aku melukis ini, Ibu Yuli telah mengajariku teknik melukis
yang benar. Tanpa sadaar aku belajar dengan cepat. Aku mengangkat lukisan itu
dan mennunjukan dengan ayah,beliau setuju. Lukisan itulah yang akan aku
tunjukan kepada Bapak Presiden.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar